GREGET MENULIS BU SALAMAH

 



GREGET MENULIS BU SALAMAH


Malam itu kembali ada tulisan salam ramah dari Moderator, “Selamat malam Bapak, Ibu guru hebat di seluruh tanah air! Saya Ibu Aam Nurhasanah dari Lebak, Banten masih setia menjadi moderator menemani narasumber yang luar biasa, beliau adalah Ibu Salamah, penulis 34 buku, dan guru SDN 2 Wonosobo.”


Narasumber pun tak lama muncul, langsung menyapa dengan pesan suara model narasumber Kang Encon Rahmah, “Assalamu alaikum, saya Bu Salamah, S. Pd. guru kelas 5A SDN 2 Wonosobo…. Hujan dari pagi sampai malam nyaman berada di balik selimut karena dingin yang makin menggigit. Namun kita harus bangkit dan menulis dengan cepat. Sebenarnya kita tiap hari menulis, minimal melalui WA di HP. Kalau disambung sambung mungkin jadi novel. Kalau yang nonfiksi mungkin akan jadi artikel, jurnal, atau buku. Memang saya menulis pendekatannya many oriented menulis itu harus menghasilkan sesuatu. Apakah nanti berupa buku dan diterbitkan di indi dengan mengedit sendiri dan membiayai sendiri atau melalui penerbit mayor. Kalau di penerbit mayor harus tahu topik yang laku di pasaran yang nantinya ada MoU dengan penerbit, lalu mendapatkan royalti. Menulis buku harus yang menarik minat pembaca di samping harus dilengkapi dengan referensi, dilengkapi dengan tujuan dan manfaat penulisan itu sebagaimana layaknya persyaratan menulis buku. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah adanya ide dengan melilah apakah jenis yang dipilih berupa fiksi atau nonfiksi. Temanya apa, judul, layout, referensi, isi layout itu sesuai referensi.”


Mulai sesi tanya jawab, hadir penanya pertama Bu Kholisoh, dari Bogor, “Bagaimana cara menumbuhkan kebiasaan menulis? Apakah inti dari paragraf narasi ada tahapan alur yang merujuk waktu?”


Narasumber langsung menjawabnya, “Mulailah dengan segera menulis! Kerjakanlah, kalau hanya niat saja tak akan terjadi kegiatan menulis. Setiap hari harus menulis. Saya menulis soal tiap hari sampai jadi karya yang membanggakan. Hari ini menulis, contoh ‘Hujan rintik-rintik tak menyurutkan langkah pada gelombang belajar menulis 16. Aku tahu bahwa ada yang suka dan tak suka menulis. Aku memberanikan diri menulis. Bagaimana hatinya agar terbuka untuk menulis seperti menuliskan kekecewaan, keberhasilan, atau yang sifatnya ilmiah. Yang penting setelah ada niat, harus ada greget untuk menulis.  Kita tahu bahwa paragraf itu ada jenis deskripsi, narasi, eksposisi, argumentasi. Menulis itu untuk apa? Saya pun harus mulai menulis agar energi positif menulis tersalurkan. Ingat gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan lorengnya. Manusia mati meninggalkan karya. Mari kita berkarya untuk anak-anak, untuk bangsa. Bravo!

(Ada selingan lagu lewat aplikasi Tiktok)

Contoh paragraf narasi : “Pagi itu aku bergegas menyetater motorku setelah 1 bulan WFH terkait Covid-19. Dengan motor mungilku dan semangat 45 aku menuju sekolah. Sesampainya di sana banyak guru yang sudah masuk kelas ternyata ada pembagian soal PAS untuk besok pagi. Setelah itu aku pun mulai bekerja karena ada beberapa berkas yang jadi tugasku. Tak lama kemudian hadirlah wali murid  untuk mengambil naskah soal. Mereka hadir dengan memperhatikan protokol kesehatan. 

Tiba-tiba tanpa kusadari azan mulai berkumandang. Ketika itu kepala sekolah menanyakan seputar masalah administrasi. Pukul 15.00 pulang dan ti rumah sudah banyak tamu. Aku pun bergegas cuci tangan, menyalami mereka. Ternyata mereka ada yang menanyakan masalah tes CPNS dan aku jelaskan satu persatu. Tak terasa sore pun makin menggelayut, azan maghrib berkumandang. Terus nada pesan HP berbunyi, begitu buka WA ada chat, dari Bu Aam Sang Moderator menanyakan kesiapan untuk jadi narasumber nanti malam. Kujawab, ‘Okere, siap laksanakan!’. Ini contoh paragraf narasi, ada alur waktu dari padi sampai so, sampai di gelombang 16 Belajar Menulis PGRI.”

Sambil menunggu respon penanya lain, moderator pun mencontohi bertanya tentang alur. Narasumber pun setelah ada jeda beberapa saat kembali memancing, “Apakah ada yang bertanya tentang menulis 34 buku? Atau kiat-kiat membagi waktu karena harus bekerja, jadi seorang ibu, seorang anak, seorang istri, ….. itu karena semangat, greget, dan motivasi yang tinggi”

Muncul penanya berikutnya, Bu Min Hermina, SMPN 1 Cikampek, Kab. Karawang,” Selamat malam Bu Salamah, keren banget, bukunya sudah banyak, bagaimana caranya sampai sedemikan banyak?”

Bu Salamah langsung membuka HP menekan tombol suara, “Saya punya target setiap hari menulis, entah target itu tercapai atau tidak. Saya menderita penyakit lama sampai koma, setelah itu bisa ngelesin, mentoring murid-murid dan bisa lolos CPNS. Hal ini Bapak, Ibu bisa melihat atau mem-follow di akun Instagram saya salma_abimanyu. Di sana ada beberapa terstimoni mereka yang sudah berhasil.”

Penanya berikut, Bu Tini Sumartini, Lebak, Banten, “Terima kasih atas ilmunya. Kalau boleh saya ingin mendapatkan informasi tentang mengirimkan jurnal atau artikel karena di daerah kami untuk bisa menerbitkan artikel atau jurnal itu terbilang mahal sampai Rp600.000 yang saya dengar, begitu pula jurnal yang ke provinsi bahkan nasional itu mahal. Benarkah? Lalu ke media apa saja yang sudah Ibu lakukan untuk mengirim jurnal? Bagaimana tipsnya agar diterima?”

Jawab Bu Salamah, “Seorang teman dari Jawa Timur menceritakan untuk mengirim artikel atau jurnal hanya Rp250.00 atau Rp300.00 akan tetapi ketika (saya tekankan ketika) artikel atau jurnal itu sangat bagus, tidak perlu bayar, bisa memasukkannya ke UNY,  UNES, atau salah satu murid saya namanya Mustofa, umurnya 23 tahun, saya mentoring CPNS, kuliah S-3 di UNY dan dia bisa menembus jurnal scobus, jurnal luar negeri asal gaya selingkungnya yang dipakai maka banyak-banyaklah membaca kita sebagai reviewer. Caranya kita bikin akun dulu, di UNY, UNES, UNJ, UPI, da lain-lain. Saya menulis jurnal tidak pernah bayar, mungkin ada yang untuk kepentingan kenaikan pangkat lalu membayar. Yang penting kontennya bagus, original, dan keren!”

Penanya berikut, Suyati dari Purbalingga, menulis, ”Penulis pemula bisasanya dari kegiatan sehari-hari dan biasanya lebih ke Curhatan, tanpa referensi. Apakah itu bisa menjadi sebuah buku? Jika bisa bagaimana pengemasan kontennya agar menarik?”

Terdengar suara Bu Salamah, “Saya menyarankan menuliskan Faksi, fakta tapi fiksi seperti menuliskan kasus-kasus di sekitar kita, misalnya saya pernah mendapat pelakukan persekusi ketika menuliskan kembali tak terasa menangis berderai-derai. Saya harus menggunakan tangan saya untuk menumpahkan apa yang ada dalam otak saya. Nah bagi penulis pemula, tulislah yang ringan-ringan saja, mungkin Bu Suryati menuliskan ‘spidol hitamku’: Kugoreskan spidol hitam di papan tulis putih, aku mencoba membuat mereka memahami, apa itu Aritmatika. Kutuangkan konsep dari contoh ke contoh lain. Ada siswa yang bertanya ini itu, tapia da yang tetap tidak paham, dan kucoba menuliskan kembali. Spidol itu bisa menuangkan segala permasalahan di kelas itu. Kemudian kutanyakan kembali ata kudatangi mereka di bangku…. Atau bercerita tentang murid seperti, ‘Sosok mungil berkulit putih itu selalu menundukkan kepala ketika bertemu denganku. Ia tak pernah tersenyum. Terkadang aku mencoba menyapanya, membuat canda dengannya. Sebut saja namanya Dewi. Sebenarnya ia adalah gadis yang cantik. Fostur tubuhnya tinggi, kulitnya putih, bulu matanya lentik. Namun entah mengapa ia selalu murung di dalam kelas. Tak pernah kulihat sedikit pun ia tersenyum. Alis wajahnya selalu melengkung ke bawah, sinar matanya selalu redup. Suatu ketika aku datangi ketika istirahat, kurangkul dia dengan tangan kananku aku berkata, ‘Halo Anandaku, kamu sedang makan apa?’ Ia tak berkata, hari ini aku gagal. Keesokan harinya aku mencoba lagi sampai hari ke-31. Tiba-tiba memeluk tubuhku, ia menangis di dadaku sembari terisak-isak. Aku pun memeluknya, aku tahu pasti sedang memilki masalah. Namun aku takt ahu masalah apa yang menimpanya? Usut punya usul ternyata ia korban bully di kelasku sendiri, dan aku jadi wali kelasnya….

Nah untuk pemula, beranilah menulis, jangan takut gagal, jangan takut dikatakan jelek, jangan takut tulisan tidak dibaca orang! Lebik baik gagal setelah berkali-kali melakukan daripada gagal tetapi berlum pernah mencoba apa pun, karena kegagalan dan keberhasilan adalah dua sisi yang saling berkaitan. Bila kita gagal, teruslah berusaha, dan jika sukses, berusahalah menunduk ke bawah! Jangan pernah putus asa, teruslah berkarya! Sampai suatu ketika karya itu akan mengajarmu. Bravo!”

Muncul tulisan dari Susiarpa, “Apa alamat Youtube dan Tiktok Ibu? Bagaimana tips menulis fiksi dan buku ajar agar layak terbit?”

Terdengar suara Bu Salamah, “Akun Youtube saya salamahchanel, instagraram, salma_ abimanyu, yang banyak memuat testimoni berbagai kalangan yang lulus tes CPNS. (e-mail: salamah@teachergmail.com) Menulis fiksi, tentukan dulu tenang apa? Yang penting punya konsistensi yang tinggi dan semangat yang tinggi. Saya yakin bisa, kita sama-sama makan nasi, sama-sama mahluk Allah yang membedakan kita semangat dan nilai fokusnya saja.  Kalau buku yang dibutuhkan masyarakat banyak misalnya tentang psikotes sampai diterbitkan 15 kali karena masysarakat memerlukan itu. Penerbit pun menerbitkan itu akan menghasilkan profit. Kalau sudah begitu tinggal duduk manis, tiap bulan dapar royalty.”

Penanya ke- 6, Pa Marinan dari Kab. Tangerang, “Bagaimana cara mensinkronkan antara hati dan pikiran  bisa seketika melihat sesuatu gambar atau kejadian tiba-tiba insting menulisnya terbuka?” 

Langsung dijawab dengan rekaman, “Ini perlu stand up power kekuatan hati dan pikiran. Kalau sudah terbiasa menulis, ketika mendengar jam yang berdetak saja bisa menulis berparagraf-paragraf. Kita hanya membutuhkan habbit, kebiasaan. Setiap kali, tulislah, tulislah….kita akan menulis sebuah benda dari sudut pandang harfiah kegunaan, besok menulis dari sudut kesedihan, keceriaan. Contoh menulis lampu, bisa kita tulis, ‘Nyalamu terang menyilaukan mata, sedikit aku mengernyitkan mata kananku. Kucoba menutup mataku agar sinarmu tak menembus pupil mataku. Namun ketika kubuka mataku, kembali sinarmu menembus pupul mataku. Aku tahu sinarmu seperti sinar cintanya dia kepadaku, walaupun aku tahu engkau menerangi ruangan ini seperti cintaku berharap padanya, meski cintaku bertepuk sebelah tangan tapi apalah daya biarlah sinarnya terpendar seperti nyalamu malam ini. Dari obyek lampu saja kita bisa menuliskan yang lain, patah hati, cinta, atau tentang bend aitu sendiri, dengan membaca akan semakin membuka imajinasi di otak kita.”

Ada selingan tulisan “Selamat Hari Guru Nasional 2020, Guru Merdeka adalah Guru yang Bebas Bersekusi!  (Supported by Salamah)

Baik buruknya diriku tergantung siapa yang bercerita padamu. Mereka yang suka padamu akan menceritakan kebaikanmu. Sebaiknya hal buruklah yang akan diceritakan jika ia membencimu. Tak usah sedih untuk mereka yang membencimu karena hati merekalah yang seharusnya dicuci dengan doa! (Salamah)

Satu tangan yang mengangkatmu ketika jatuh jauh lebih berharga dibanding ribuan tangan yang mengelus-elusmu ketika sukses. Cerdas memilih teman! (Supprted by Salamah)

Penanya ke-7, Siti Hasnidar dari Aceh, “Saya jadi semangat, keinginan menulis yang sudah lama ada dalam diri saya  belum ketemu dengan orang yang pas dalam memotivasi dan berbagi ilmunya, semoga dalam pertemuan ini cita-cita itu terwujud. Mohon saran dan kiat-kiat agar semangat itu semakin memperkuat niat saya untuk memulai menulis  di sela-sela tugas yang sangat padat ini!”

Sebelum ada jawaban suara, ada tulisan, “Ujian hidup, sebanyak apapun ujian menerpamu jika kau terima dan lalui dengan tenang, maka ujian itu akan berlalu begitu saja. Akhirnya rasa syukurlah yang ada. Betapa tiap ujian adalah pembelajaran bagi kehidupan. (Supported by Salamah)

Jawaban suara, “Selalulah berkumpul dengan orang-orang yang memiliki energi positif, yang saling menyemangati, karena sahabat, lingkungan yang memiliki energi itu akan mempengaruhi kita. Dengan berkarya, orang-orang yang tidak suka pun pada kita akan menghormati dan menghargai kita. Dengan karya akan menunjukkan eksistensi kita di mana pun tempat kita bekerja. Maka berkaryalah, berkaryalah dan berkaryalah!  Apakah kita bisa? Bisa! Saya yakin bisa, tinggal bangaimana memupuk semangat, mengembangkan cita-cita dan tidak pernah menyerah pada apa pun yang menjadi halangan dan rintangan yang menghalangi kita, teruslah melanjut berjalan sampai impian kita tercapai jangan putus di tengan jalan karena akan banyak tepuk tangan sorak-sorai yang menginginkan kita jatuh, kita tidak boleh jatuh, kita harus terbang tinggi setinggi terbang merpati! Bravo!”

(kembali menjawab Bu Susiarpa tentang menulis fiksi),”Ada buku fiksi, Cinta Ilahi, saya punya contoh fiksi religius, kisah ini benar-benar amaging of Allah, mungkin kisah nyata yang benar-benar terjadi pada saya, ‘Penyakitku menggerogoti diriku sejak tahun 2018. Tiga kali sudah oprasi yang harus saya jalani. Tiba-tiba di malam tahun baru dadaku terasa sakit dan membuatku terbaring di tempat tidur. Yang kudengan suara riuh rendah tak bisa menggerakkan anggota tubuhku. Baru paginya aku sadar sudah di rumah sakit dan dokter mengatakan aku menderita sakit artmenia, aku Googling apa itu artmenia ternyata detak jantung tidak stabil, kadang cepat, kadang lemah. Usut-punya usut ternyata karena MST morfin sulfat yang saya konsumsi sehubungan dengan sakit yang begitu mendera di rahim saya, rahim saya membatu dan mengeras karena kista sejak Januari 2020, setelah beberapa waktu keluar dari rumah sakit. Awal bulan Maret tubuh saya tidak berkordinasi dengan baik karena rasa sakit yang begiiitu mendera tubuhku, akhirnya saya masuk rumah sakit lagi. Dokter kandungan menyatakan angkat tangan karena sudah diberikan obat tapi sakit yang diderita semakin hari semakin tidak terkendali. Saya dirujuk ke dokter spesialis dan masuk ICU selama 7 hari, dan obat pereda penyakit yang paling tinggi diberikan kepada saya, bernama pentanil yang merupakan obat penyakit kanker dosis tinggi. Jika sakit ini tidak hilang dengan obat itu, tidak ada obat lagi. Kebetulan saat itu pandemi baru mulai dan di mana-mana libur, saya harus segera dioprasi namun satu demi satu rumah sakit menolak saya, akhirnya berdoa ya Tuhanku, tolonglah saya, saya tidak pernah marah kapan pun diuji, saya tidak pernah menitikkan air mata ketika Kau beri sakit. Tidak pernah protes kepada-Mu, kenapa orang lain sehat, saya diberi sakit? Akhinya saya menelpon dokter yang dulu mengoprasi saya yang kebetulan masih berada di Australia. Ketika rumah sakit menolak karena Covid-19, dokter itu memberi jawaban, “Datanglah datanglah segera, saya akan mengoprasimu!”.Air mataku berderai, mukzijat-Mu selalu nyata ya Allah, ketika semua orang tak ada menolongku ada mukzijat tangan-Mu yang begitu indah yang menyapa tubuh rentanku, tubuh lemahku mengangkat tubuhku begitu tinggi sehingga aku tertolong….

Itu contoh Cinta Ilahi,  atau kita bisa mencari kecintaan kita di bidang yang lain. Misalkanya perjalanan haji atau umroh tapi dalam sudut pandang yang berbeda-beda. Katakan dalam ploting, kalau Bapak, Ibu pecinta drama Korea, ploting ceritanya sangat luar biasa akan bisa bercerita tentang Makkahnya, Madinahnya, orangnya, air zamzamnya, dan sebagainya, tapi sudut pandanyang cita kita kepada Allah…”

Penanya ke-8 muncuk Bu Heni, dari Kota Tangerang, “Mulai menulis sejak kapan, apakah background Ibu memang dari sastra? Mohon tipsnya karena untuk menulis buku antologi saja saya harus mikir berhari-hari.”

Terdengar suara, “Saya mulai menulis sejak 201, kadang dari satu tahun itu saya menulis lebih dari satu. Saya murni guru SD, lulusan PGSD. Yang penting semangat, dalam keadan sakit saya masih bisa menulis. Bisa mentoring sani-sini, bagi saya sakit jangan menghalangi saya untuk berkarya. Apalagi Bapak, Ibu yang sehat jangan sampai kalah semangatnyaari kita berkarya sampai suatu hari karya itu mengejar kita!”

Penanya ke-9 datang dari Jakarta, Leni, “Apakah Ibu pernah mengalami kondisi suasana hati kita sedang kacau minsalnya ada masalah di keluaraga atau dari tempat kerja, bagaimana menyiasatinya?”

Muncul jawaban walau dengan suara kresek-kresek, “Di keluarga saya tidak pernah bertengkar dengan suami saya karena ada kecintaan yang luar biasa kepada Tuhan saya ketika ada masalah saya diam, ketika ada masalah di tempat pekerjaan, menganggapnya bukan masalah. Saya termasuk orang yang cuek, tak peduli seluruh dunia menghina saya, mencemooh, menyindir karena saya punya Allah Tuhan saya yang selalu melihat saya. Jadi, saya itu walaupun ada masalah saya tidak menganggap itu masalah. Dalam keadaan sakit pun saya tidak menganggap itu sakit, saya menganggap itu adalah penghapus dosa saya. Kalau ditanya ada masalah, ada, bahkan saya pernah dipersekusi (pemburuan sewenang-wenang, terhadap seseorang, atau sejumlah warga, dan disakiti, dipersusah, atau ditumpas, KBBI, penulis.) oleh teman guru saya sendiri saya bisa membalasnya dengan menggiring dia kepada Ombusman, kepada media, tapi saya tetap tenang dan bermunajat pada Allah, maka Allah akan melindungi saya atas segala masalah yang datang.” *** (Insah)

Komentar

  1. Kerennnn, lengkap banget resumenya

    BalasHapus
  2. Mantap narasinya, renyah dan enak dibaca. Keep spirit to work and to write. Thanks.

    BalasHapus
  3. keren banget bu Salamah dari Wonosobo

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

GURU PLUS DENGAN TIPS IDOLA

MENULIS BIOGRAFI