DARI EKSPEKTASI KE PRESTASI


Seusai turun dari masjid kembali kita belajar menulis. Narsum kita malam ini seorang guru SD dari Gorontalo. Tajuk yang diangkat cukup bersajak yakni dari ekspektasi ke prestasi. Tentu tema ini bukan karena mengejar irama kata tapi ada kupasan serta sederet pengalaman dalam dunia literasi khususnya menulis.

Tak kenal maka tak sayang, kita mengenal lebih lanjut dengan pemateri kali ini : Nama : Jamila K. Baderan, M.Pd. Salah satu guru di SDN No. 30 Kota Gorontalo, Prov. Gorontalo. Lahir di Sidodadi, 14 Juni 1978. Menikah dengan Amir Hamzah, S.P dan dikaruniai 3 orang putri dan 1 putra.

Riwayat Pendidikan:

TK Negeri Pembina Palu (lulus 1985)

SDN Inpres Tanamodindi II Palu (lulus 1991)

SMP Neg. 8 Kota Gorontalo (lulus 1994)

SMK Neg. 1 Gorontalo (lulus 1997)

S1 PGSD UNG (lulus 2011)

S2 Pendidikan Dasar UNG (lulus 2018)


Buku Karya Tunggal:

1. Kwartet Media Bermain dan Belajar (2018)

2. Ekspektasi VS Realitas (2019)


Buku Karya Bersama:

1. Design Thinking Membangun Generasi Emas dengan Konsep Merdeka Belajar (2020)


Alamat Pertemanan:

Email : jamila.baderan@gmail.com

Youtube: Jamila Baderan

Intagram : Jamila Baderan

Fb : Jamila Baderan


Moderator sudah tidak asing yakni Bu Aam Nurhasanah dari Lebak, Banten.


Bu Mila mulai mengupas "Bapak ibu yang berbahagia. Salah satu bentuk pengembangan diri dan mengeksplore kompetensi kita adalah dengan cara bergabung dalam satu komunitas positif seperti WA Grup Belajar Menulis. Bukan tanpa alasan, tentunya setiap kita yang bergabung disini punya harapan yang ingin dicapai. Terkait dengan hal tersebut maka hal yang ingin saya share malam ini tentang : Mengubah Ekspektasi Menjadi Prestasi"


Apa itu "ekspektasi"? Bu Mila mengulas sebagai berikut, "Kata “ekspektasi” tentunya sudah sangat familiar di telinga kita. Setiap orang, setiap saat pasti memiliki ekspektasi terhadap berbagai hal yang di inginkan dalam hidup. Sebagai contoh, ekspektasi kita Ketika bergabung dalam grup ini adalah ingin menghasilkan sebuah karya berupa jejak literasi yang dapat dikenal dan dikenang meskipun kita sudah berkalang tanah. Sayangnya, ekspektasi kita tidak selalu sama dengan realita. Ekspektasi tak seindah kenyataan. Hal inilah yang kemudian menjadi inspirasi dalam tulisan buku ke-2 saya yang diterbitkan pada tahun 2019.


Dalam merangkai kata yang sering ditanyak oleh para penulis pemula, Mila mengupas sebagai berikut, " Masalah menulis, harapan terbesar kita adalah mampu merangkai kata-kata menjadi sebuah paragraf menarik yang terus berangkai menjadi bab demi bab hingga akhirnya menjadi sebuah buku. Sekilas, menulis adalah hal yang sangat mudah. Bukankah kita sudah sering menulis sejak kecil? Tetapi, ketika kemampuan menulis tersebut disandingkan dengan ekspektasi sebuah karya yang bernilai bagi orang lain muncullah masalah besar. Di antaranya :

1. Bagaimana memulai sebuah tulisan?

2. Apa ide/topik yang harus kita tulis?

3. Apakah tulisan saya menarik?, dan lain sebagainya.


Untuk meneruskan obsesi atau cita-cita, Mila mengupasnya sebagai berikut, "Mewujudkan ekspektasi memang tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Apalagi bagi para penulis pemula seperti saya. Dalam prosesnya kita harus berjuang melawan semua hambatan yang datang baik dari diri sendiri mapun dari lingkungan sekitar.


Bapak Ibu yang super hebat. Sebenarnya, tantangan menulis terbesar itu ada pada diri kita sendiri. Yaitu mood dan kemauan alias niat. Oleh karena itu untuk mengubah ekspektasi menjadi prestasi kita harus berubah. Ada 2 hal penting yang harus kita ubah, yaitu mindset dan passion. Mindset adalah cara pikir tentang sesuatu yang dapat mempengaruhi sikap dan tindakan kita. Sementara passion adalah sesuatu yang membuat kita tidak pernah merasa bosan. Kedua hal ini di bahas secara detail dalam buku saya yang ketiga hasil kolaborasi bersama Prof. Eko Indrajit yang Alhamdulillah diterima dan diterbitkan oleh Penerbit Andi.


Menyiasati masalah tantangan, Mila berbagi tips, "Pengalaman saya dalam mewujudkan ekspektasi dalam menulis adalah berjuang membangun tekad  dan keyakinan yang kuat untuk mencapai realitas. Terkadang saya juga harus nekat mengambil keputusan yang jika dipikir dengan akal sehat pencapaiannya sangat mustahil. Untuk itulah saya selalu berusaha konsisten terhadap ekspektasi yang susah payah saya bangun. Pantang mundur jika kaki sudah melangkah.


Saat menerima tantangan Prof. Eko untuk menulis buku dalam seminggu, ada sejuta keraguan yang menyelimuti hati dan pikiran saya. Berbagai pemikiran negatif menghantui, namun berkat kenekatan, dibarengi niat, tekad, serta konsistensi yang kuat akhirnya ekspektasi saya berubah menjadi sebuah prestasi. Saat Pak Joko mengumumkan bahwa tulisan saya lolos tanpa revisi, saya seolah tak percaya. Tidak pernah menyangka bahwa tulisan yang menurut penilaian pribadi hanyalah tulisan biasa saja ternyata memiliki takdir luar biasa.


Dari pengalaman ini saya belajar beberapa hal dalam menulis:

1. Tulislah apa yang ingin kita tulis.

2. Menulislah apa adanya, tanpa beban, dan tekanan.

3. Jadikan menulis sebagai suatu kebutuhan

4. Menulislah hingga tuntas, jangan memikirkan editing.

5. Menulis jangan terlalu lama.

6. Jangan memikirkan baik buruknya tulisan kita, karna yang akan menilai adalah pembaca.


Bapak ibu yang super hebat. Biasanya, kendala di awal kita menulis adalah bingung mencari ide. Tidak tahu apa yang akan kita tulis. Untuk mengatasinya, marilah kita mulai menuliskan hal-hal kecil yang ada di sekitar kita. Misalnya: tentang hobi memasak, kegiatan sehari-hari, atau tingkah lucu anak-anak kita.


Tuliskan apa saja yang terlintas dalam pikiran. tidak perlu kita memikirkan tata bahasa, ejaan dls. Setiap kalimat yang terlintas segera di tulis. saya biasanya menulis di HP. kadang saat tidak pegang HP, saya akan menuliskan di benda apa saja yang saya temui. Pernah saya nulisnya di telapak tangan, pernah juga di paha." tulisnya sambil memuat gambar atau emot tanda malu.


Masalah hobi, Mila menulis, "Hal yang paling sulit untuk memenuhi ekspektasi menulis adalah ketika kita tidak punya hobi menulis. Kata orang hanya "Iseng-iseng" atau ikut-ikutan. Tidak masalah, jika kita tidak memiliki hobi, bukankah rasa iseng jika terus dilatih bisa menjadi suatu ketrampilan?"


Sejujurnya dalam menulis, Mila mengungkapkan rahasianya, "Saya termasuk orang yang menulis tergantung mood. Ini sangat berat saya rasakan ketika menerima tantangan Prof. Eko.  Rasanya bulan dan matahari berpindah tempat. Di saat seperti inilah saya menguatkan tekad dan niat saya untuk mencapai realitas. Jadi, menulis itu adalah sebuah perjuangan untuk melawan semua tantangan yang menggoyahkan niat." begitu tulisnya penuh keyakinan.


 Di akhir paparan, Mila menekankan, "Hal yang menjadi fokus saya dalam menulis adalah kata TUNTAS. Jadi, menulislah hingga tuntas. Jangan sering menengok halaman yang sudah kita tulis, karena itu merupakan salah satu godaan yang membuat kita berpikir 1.000 kali tentang apa yang sudah kita tulis. kita akan berpikir untuk edit dan edit lagi. akhirnya tulisan kita tidak tuntas."


Dalam sesi tanya jawab, melalui moderator Bu Aam, Asikin Wijaya yang kebetulan dari Lebak, bertanya tentang tips cara merangkai kata-kata menjadi sebuah paragraf menarik yang terus berangkai.


Mila menjawab dalam tulisannya, "Tips yang saya gunakan dalam merangkai kata cukup sederhana. Saya menggunakan kata apa saja yang terlintas dalam pikiran saya. Kata-kata yang digunakan tidak harus kata-kata rumit. Gunakan kata-kata yang mudah dipahami oleh orang lain."


Penanya kedua adalah Bu Tini sumartini, masih dari Lebak, Banten, yang bertanya tentang tantangan menulis terbesar itu ada pada diri kita sendiri yaitu mood dan niat, namun katanya yang paling besar adalah kemampuannya, Ini yg sering menghabiskan waktu lama ketika menulis Perlu waktu lama  untuk mengasah kemampuan itu.

2. Sering terjebak kebuntuan bila menulis kemudian menilai ada gak manfaatnya bagi orang lain, layak tidaknya ditulis karena untuk sekarang  baru bisa menulis what to write dan blm what is it for. Jadi rasanya masih jauh panggang dari api tentang ekspektasi itu.


Menjawab pertanyaan ini, Mila mengapresiasi sekali pertanyaan Bu Tini, "Hai Bu Tini. Menarik sekali pertanyaannya. Memang kendala terbesar dari diri kita sendiri bisa bermacam-macam. Masalah yang dihadapi bu Tini terkait dengan kemampuan itu disebabkan karena bu Tini menulis dengan beban. Beban tentang baik buruknya tulisan kita. Cobalah menulis seperti yang sudah saya paparkan tadi. Menulis secara lepas dan bebas. Lepas dari beban terkait penilaian orang terhadap tulisan kita, sehingga kita bisa bebas mengekspresikan diri kita dalam tulisan."


Penanya berikut datang dari 

Nendisyah Putra, PulauBanyak Barat, seputar publikasi di era milenial agar tetap diminati.

Menjawab pertanyaan ini, Mila menulis, "Terima kasih. Di zaman sekarang, publikasi sangat dipermudah karena ada begitu banyak jejaring sosial yang bisa kita manfaatkan. Di samping menawarkan door to door, kita bisa posting melalui WA, Instagram, FB, Youtube, dll. jangan lupa buat flyer + kata-kata menarik dan foto ekslusif, seperti orang jualan gitu. Namanya juga menawarkan. Yang penting harus jujur dan tidak ada kebohongan publik dalam iklan buku kita"


Penanya berikut begitu jauh, dari Pak Budi Idris dari SMA N 2 Kotapinang, Kabupaten Labuhanbatu Sumatera Utara yang bertanya masalah pengeditan naskah buku sebelum dikirim ke penerbit.


Menjawab pertanyaan ini, Mila menulis, "Halo Pak Budi yang cerdas. Salam kenal ya..proses editing bisa dilakukan sendiri dan dapat pula menggunakan jasa orang lain. Untuk buku yang saya tulis, sebelum dikirim ke penerbit saya melakukan swasunting/edit sendiri. Kita tidak perlu khawatir masalah editing, karena biasanya pihak penerbit juga melakukan editing sebelum buku tersebut naik cetak."


Dari Bali, Bli Made bertanya sebagai berikut, "Hal ysng sering mengganggu bahkan bisa sebagai pemupus harapan dalam menulis.

1. Jadikan menulis sebagai suatu 

     kebutuhan, bagaimana pandangan Bu Jamila berkaitan dgn budaya baca tulis kita yang  secara umum masih rendah, sehingga bisa menulis sebagai kebutuhan ?


2. Jangan memikirkan baik buruknya tulisan kita, karena yang akan menilai adalah pembaca.


Perasaan ini sering mengganjal diri saya, sehingga sering selesai menulis menjadi mentok akibat menanggung rasa malu akan hasil karya kita.


Apa resepnya agar bisa keluar dari zona tidak nyaman itu?"


Menjawab pertanyaan ini, Mila menulis, "Baik Terima kasih Bli Made, Pertanyaan yang sangat kritis. Secara nasional, memang minat dan budaya baca kita masih rendah. Di sinilah peran kita sebagai guru, orang tua,  dan orang yang peduli dengan kependidikan untuk kembali membangun budaya membaca generasi kita yang selalu pasang surut. Membaca dan menulis adalah 2 hal yang tidak bisa dipisahkan. semakin suka membaca, maka semakin mudah menulis. Menjadikan menulis sebagai kebutuhan, artinya kita menjadikan membaca sebagai makanan kita.

Agar kita bisa keluar dari zona tidak nyaman, menulislah seperti air mengalir. Maksudnya tulislah apa yang ingin kita tulis. Abaikan penilaian orang tentang tulisan kita. Biarkan tulisan tersebut selesai kita tulis secara tuntas, lalu biarkan orang lain menilai. Karena penilaian orang lain biasanya lebih baik dari kita. Yang bli rasakan pernah saya alami. Saat menulis buku ke-3 saya adalah orang yang paling tidak percaya diri dengan tulisan saya. Tulisan saya berbeda dengan semua tulisan teman-teman. Saya tidak tahu jenis tulisan, apalagi yang namanya gaya selingkung. Saya baru tahu, saat saya mempresentasikan buku saya, dan diberi apresiasi luar biasa oleh Prof. Eko.


Semakin malam pertanyaan makin seru, penanya berikut datang dari Didi, Serang, "Terkadang saya sudah memiliki ide/tema menulis tapi saya suka bingung mau menulis dari mana dan pengetahuan akan tema tersebut masih minim padahal saya sangat tertarik untuk menulis hal tersebut. Bagaimana solusinya?"


Langsung Mila yang masih semangat dan mampu mengalahkan rasa kantuknya karena di Indonesia Timur sudah larut malam. Inilah jawaban atas pertanyaan Didi, " Punya ide, tapi bingung mau mulai menulis dari mana. Jangan bingung, mulai saja menulis dengan kata yang terlintas dalam pikiran. jangan memikirkan tulisan ini cocoknya di pendahuluan, atau di bab 1, dan seterusnya. Tulis dan tulis saja setiap kita punya ide. saat kita benar-benar bingung dalam menulis, maka berhentilah menulis dan membacalah. Saat kita membaca, kita akan menemukan kembali ide yang terbang entah kemana. Saat ide itu muncul, jangan ditunda segeralah ditulis."


Penanya muncul lagi dari Rembang, Dasirah dari SDN Pancur-Rembang. Jateng. Memohon pencerahan tentang bagaimana membuat judul tulisan yang baik, sehingga mampu menarik pembaca? Mohon tipe dan triknya!


Menjawab permohonan ini, Mila menulis, " Malam, apa kabarnya Rembang malam ini Bu Dasirah.  Membuat judul tulisan yang baik, sebenarnya sangat bergantung dari minat. Kita cenderung sukanya menulis di bidang apa. Kita suka menulis fiksi atau non fiksi. Untuk memilih judul tentunya kita perlu referensi terkait konten yang akan kita tulis. Kita bisa browsing di internet sambil melakukan inovasi untuk judul yang kita buat. semakin banyak referensi judul yang kita lihat maka akan semakin baik judul yang kita tulis. untuk referensi tipe-tipe judul, silakan intip di sini https://marketingcraft.getcraft.com/id-articles/7-tipe-judul-artikel-untuk-meningkatkan-traffic-blog-anda"


Penanya berikut datang dari Dewi, SMPN 142 Jakarta Barat. Poin pertanyaannya adalah "

1. Sejak kapan awal mula Bunda Jamila menulis buku?

 2. Tips-tips apa saja agar kita  tidak merasa bosan dalam menulis?

3. Dari mana saja ide-ide yang Bunda Jamila tuangkan untuk sebuah tulisan?"


Meladeni tiga pertanyaan itu, Mila menulis, "Terima kasih bu Dewi. Awal menulis buku tahun 2017. adapun tips yg saya lakukan dalam menulis agar tidak bosan sudah saya uraikan sebelumya. Ide menulis bisa datang dari mana saja. Kebanyakan dari lingkungan sekitar."


Dari Cianjur tidak ingin ketinggalan, seorang Iis Safuroh bertanya, "Bagaimana agar usaha bisa menghasilkan karya juga karyanya menjadi menarik sesuai ekspektasi ? Apakah jenis buku yang menarik itu harus berwarna misalnya atau pembahasannya yang up trending begitu..? Mohon gambaran agar pemetaan pikirannya jelas!"


Mila yang masih melek menulis, "Agar karya kita menarik sebelum menulis buku kita harus cari tahu hal/isu yang menjadi trending topik dan tidak akan ketinggalan zaman. dipertemuan sebelumnya sudah dijelaskan oleh Pak Joko tekniknya. terima kasih"


Suyati dari Purbalingga,  bertanya" 

1. Bagaimana mengatasi keinginan mengedit tulisan kita padahal tulisan belum selesai?

2. Berada di lingkungan pendidikan kita dituntut menulis dengan kaidah bahasa yang benar. Ini kadang membayangi saat kita mengeluarkan ide-ide. Merasa tidak percaya diri dan kurang pas sehingga jadi macet. Bagaimana mengatasinya?"


Tulis Mila, "Bu Suryati, pertanyaan yang bagus sekali. hal yang perlu kita lakukan adalah berusaha fokus di halaman-halaman berikutnya. Tahan diri semaksimal mungkin untuk tidak membuka/membaca halaman yang sudah kita tulis. Terkait kaidah penulisan, saat menulis abaikan saja dulu. Nanti akan ada saatnya kita mengedit ketika tulisan kita sudah benar-benar tuntas."


Pertanyaan terakhir muncul dari Sudomo, SMP Negeri 3 Lingsar Lombok Barat. Poin pertanyannya, "

1. Bagaimana cara Ibu menghargai dan merayakan keberhasilan dalam menerbitkan buku?

2. Dalam penerbitan buku, apakah Ibu pernah memiliki ekspektasi yang tidak sesuai harapan? Bagaimana cara Ibu mengatasinya?

3. Mohon pencerahan tentang cara yang bisa kita lakukan untuk menularkan hobi menulis kepada rekan sejawat di sekolah?"


Jawaban terakhir, Mila menulis, "Terima kasih Pak Sudomo. Alhamdulillah saya selalu berucap syukur kepada Allah, karena tidak pernah menyangka ternyata bisa menulis seperti sekarang. sesuatu yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. setiap keberhasilan saya tidak pernah merayakan secara wah, hanya tunduk sujud saja kepada sang khalik atas semua nikmat yang diberikan. Dalam hal ekspektasi menerbitkan buku tentu saja pernah merasakan yang tidak sesuai harapan. cara mengatasinya kembali kepada : bahwa tidak ada yang sempurna di dunia ini, kesempurnaan hanyalah milik Dia. cara kita menularkan hobi menulis  yang paling efektif adalah dengan bukti. Tunjukkan bahwa kita bisa berkarya, dan merekapun bisa seperti kita. tidak ada hal yang tidak bisa, dan tidak ada hal yang tidak mungkin."


Walau sudah larut malam, Bu Jamila membuat simpulan dengan cantik sesuai namanya, "Menulis merupakan suatu tantangan antara harapan dan kenyataan. Ekspektasi dalam menulis harus terus kita perjuangkan dengan niat, tekad, nekad dan konsisten. Realitas berupa prestasi adalah buah dari perjuangan. Maka berjuanglah menuntaskan karyamu, agar jejak yang ditinggal bermanfaat bagi generasi setelah kita. Terima kasih atas kebersamaan kita malam ini, semoga sharing kita bermanfaat. Terima kasih bu Aam sudah memandu jalannya diskusi malam ini. Assalamu alaikum wr wb.  Salam Literasi!"***



Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

GREGET MENULIS BU SALAMAH

GURU PLUS DENGAN TIPS IDOLA